Multifaktorial, Pencegahan Stunting di Indonesia Perlu Memperhatikan Banyak Aspek
loading...
A
A
A
JAKARTA - Permasalahan stunting masih menjadi perhatian yang serius di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, terdapat 12 provinsi yang mendapat perhatian khusus untuk ditangani.
Dokter spesialis gizi, dr. Yohan Samudra mengungkapkan, banyak faktor penyebab anak bisa mengalami stunting, salah satunya karena pola makan kurang sehat.
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita atau anak akibat kurang gizi dalam jangka waktu lama, adanya paparan infeksi berulang, dan kurang stimulasi.
Baca juga: Penanganan Cedera Olahraga Tidak Hanya dengan Fisioterapi
"Karena multifaktorial, sehingga pencegahannya harus memperhatikan seluruh aspek, mulai dari perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, vaksinasi, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih," papar dr. Yohan, Kamis (8/12/2022).
Secara umum, perbedaan antara anak stunting dengan anak normal, terlihat dari tinggi badan. Balita stunting terlihat lebih pendek dari balita seusianya.
Namun, perbedaan yang tidak terlihat antara keduanya adalah otak anak stunting tidak terbentuk dengan baik dan dapat berdampak panjang. Dokter Yohan pun mengimbau agar para orang tua memahami bagaimana mencukupi asupan sehat anak.
"Untuk asupan sehat mencegah stunting haruslah berupa menu lengkap yaitu ada karbohidrat, protein dan lemak setiap kali makan," ujar dr. Yohan, yang merupakan dokter spesialis gizi di Primaya Hospital Tangerang.
Sementara, dalam data Kemenkes juga diketahui bahwa 1 dari 4 anak Indonesia mengalami stunting. Ya, kurang lebih ada 5 juta anak Indonesia mengalami stunting.
Stunting juga dipengaruhi oleh status kesehatan remaja, ibu hamil, pola makan balita, serta ekonomi, budaya, maupun faktor lingkungan seperti sanitasi dan akses terhadap layanan kesehatan.
Baca juga: 7 Makanan Penyebab Asam Lambung Naik, Jangan Dikonsumsi Berlebihan
Perlu diketahui, pemerintah tengah berupaya dan menargetkan angka stunting turun hingga 14% pada 2024, sementara angka stunting pada 2021 ada di 24%. Faktanya lagi, 23% bayi lahir sudah stunting, maka intervensi harus dimulai sebelum bayi lahir, bahkan sejak perempuan masih di usia remaja.
Dokter spesialis gizi, dr. Yohan Samudra mengungkapkan, banyak faktor penyebab anak bisa mengalami stunting, salah satunya karena pola makan kurang sehat.
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita atau anak akibat kurang gizi dalam jangka waktu lama, adanya paparan infeksi berulang, dan kurang stimulasi.
Baca juga: Penanganan Cedera Olahraga Tidak Hanya dengan Fisioterapi
"Karena multifaktorial, sehingga pencegahannya harus memperhatikan seluruh aspek, mulai dari perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, vaksinasi, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih," papar dr. Yohan, Kamis (8/12/2022).
Secara umum, perbedaan antara anak stunting dengan anak normal, terlihat dari tinggi badan. Balita stunting terlihat lebih pendek dari balita seusianya.
Namun, perbedaan yang tidak terlihat antara keduanya adalah otak anak stunting tidak terbentuk dengan baik dan dapat berdampak panjang. Dokter Yohan pun mengimbau agar para orang tua memahami bagaimana mencukupi asupan sehat anak.
"Untuk asupan sehat mencegah stunting haruslah berupa menu lengkap yaitu ada karbohidrat, protein dan lemak setiap kali makan," ujar dr. Yohan, yang merupakan dokter spesialis gizi di Primaya Hospital Tangerang.
Sementara, dalam data Kemenkes juga diketahui bahwa 1 dari 4 anak Indonesia mengalami stunting. Ya, kurang lebih ada 5 juta anak Indonesia mengalami stunting.
Stunting juga dipengaruhi oleh status kesehatan remaja, ibu hamil, pola makan balita, serta ekonomi, budaya, maupun faktor lingkungan seperti sanitasi dan akses terhadap layanan kesehatan.
Baca juga: 7 Makanan Penyebab Asam Lambung Naik, Jangan Dikonsumsi Berlebihan
Perlu diketahui, pemerintah tengah berupaya dan menargetkan angka stunting turun hingga 14% pada 2024, sementara angka stunting pada 2021 ada di 24%. Faktanya lagi, 23% bayi lahir sudah stunting, maka intervensi harus dimulai sebelum bayi lahir, bahkan sejak perempuan masih di usia remaja.
(nug)